Jumat, 18 Maret 2011

Bensin dan Ruhaniyah Seorang Da'i

Bensin dan Ruhaniyah Seorang Da'i
Imam Wahyudi

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…
Ihkwah fillah di bumi Allah, para perindu syahid dan yang dirindukan-Nya….
Bensin, kita kenal sebagai salah satu bahan bakar minyak yang sangat vital dalam kehidupan manusia. Keberadaannya sangat mempengaruhi stabilitas ekonomi dan politik negara ini. Naik turunya harga bensin serta ketersediannya juga menjadi perbincangan yang hangat di media setiap hari, bahkan hingga hari ini. Bahkan karenanya (bensin) juga, timbul gejolak nasional yang cukup merisaukan negeri ini, apalagi keberadaannya di jadikan komoiditas politik untuk mencari simpati rakyat dengan kebijakan menaik dan turunkan harganya.
Puluhan bahkan ratusan aksi, baik massa maupun media di gelar untuk mengkritisi kebijakan pemerintah atas harga bensin. Tapi yang terjadi justru pencekalan, intimidasi bahkan penangkapan denagn alasan yang tidak rasional. Wal hasil lagi-lagi rakyat yang jadi tumbal atas kepentingan segolongan manusia yang haus akan kekuasaan yang tidak bertanggungjawab. Ketika harga bensin naik, bukan saja hanya harga barang bahan pokok yang naik, tarif angkot dan tarif alat transportasi lain juga melonjak. Namun ketika harga bensin turun, pemerintah justru tidak mampu menjaga stabilitas harga nasional untuk dapat menurunkan harga-harga kebutuhan pokok. Dampaknya ya jelas, harga barang naik, daya beli rendah, tingkat konsumsi rendah, perusahaan melakukkan efisiensi produk dan tenaga kerja yang tak jarang berakhir dengan PHK, dan kemudian pengangguran meledak. “Miskin lagi..miskin lagi…. Rakyat lagi jadi korban. Kasihan ya rakyat………”
Saat ini kita tidak akan berbicara soal harga bensin lebih jauh, karena kita tidak sedang mengadvokasi suara rakyat yang menjerit dan menangis setiap hari karenanya. Akan tetapi kita berbicara soal bensin sebagai komoditas yang begitu vital dalam kehidupan kita, seakan-akan tanpa bensin dunia menjadi begitu gelap, hidup terasa hampa, rakyat jadi tersiksa dan kita di buat merana. “Waduh..mendramatisir bener yach….”. Ya, suka tidak suka, mau tidak mau, sadar atau tidak, bensin seperti “ruh” dalam kehidupan.
Namun lebih jauh kedepan kita akan berbicara soal amal yaumi. “Nggak nyambung bener ya. Cerita bensin kok jadi amal yaumi…”
Meski secara fisik kita tidak dapat menyamakan antara keduanya (bensin dan amal yaumi), akan tetapi analogi sederhana dari cerita tersebut di atas dapatlah kita korelasikan.
Kita adalah dai. Dan kita punya agenda-agenda dakwah yang sangat besar yang menuntut energi pikiran, ruh dan jasad yang tidak sedikit, punya stabilitas gerak dan kesinambungan langkah. Karena kita juga paham, taujih ustad syahid Hasan Albana akan hakikat dakwah. Jalannya yang panjang, penuh onak dan duri dan sedikit pendukung.
Dalam hal ini, ternyata kekuatan energi ruhiyah menjadi pondasi yang begitu mendasar dan sangat penting bagi aktivis dakwah. Tidak sedikit dari sahabat, bahkan nabi SAW sendiri menjadikan kekuatan energi ruhiyah sebagai penopang langka-langkah beliau. Sehingga hambatan-hambatan dakwah yang begitu menguras enegi seluruh potenis diri (ruh, jasad dan pikiran) dapat beliau redam dengan kesabaran, ketabahan, keteguhan dan keteladanan.
Layaklah seorang ulama DR. Abdulah Nashih Ulwan dalam bukunya Tarbiyah Ruhiyah mengatakan “Setelah Anda mengetahui hal ini, marilah Anda ikut saya ke tempat peristirahatan yang khusus. Apabila Anda meletakkan barang-barang bawaan Anda di tempat tersebut, maka Anda akan bernafas dengan nafas-nafas keimanan. Anda akan berbekal takwa. Diri Anda akan bersinar terang dengan cahaya ruhaniyah. Dan Anda akan menjadi insan yang shalih, mukmin dan bertakwa, muslim yang berwibawa dan orang yang mukhlis., bahkan jika Anda berjalan maka dalam jalan Anda akan ada ketenangan. Apabila Anda berbicara, maka dalam pembicaraan Anda pengaruh yang kuat. Apabila Anda berbuat, maka perbuatan Anda adalah qudwah. Apabila Anda muncul, maka raut muka Anda ada daya tarik tersendiri. Dan apabila Anda melihat, maka dalam penglihatan Anda ada cahaya terang.
Di tempat ini Anda akan menemukan proses tarbiyah dan mujahadah yang akan menjadi sumber inspirasi dan pendorong ruhiyah seorang da’iyah.
Bahkan tempat peristirahatan tadi akan menjadi penggerak utama baginya dalam memikul tanggung jawab. Ia akan menjadi pengemudi yang afdhal dalam menempuh perjalanan istiqamah. Dan menjadi pengingat dari kesalahan dan penyelewengan.
Apabila seorang dai tidak mempunyai petunjuk-petunjuk ruhiyah yang menyeluruh, maka hidupnya akan kosong dari kesan dan pengaruh. Ia akan jatuh dan sarang ujub, nifaq dan riya’. Ia akan terjerumus dalam lumpur ghurur, ananiyah (egoisme) dan sombong. Ia berjalan ke arah dakwah karena didorong kepentingan pribadi bukan karena Allah. Ia membangun kejayaan hanya untuk sendiri bukan untuk Islam dan beramal hanya untuk dunianya bukan untuk akhiratnya.”
Sangat gamblang beliau memaparkan akan pentingnya kekuatan energi ruhiyah bagi seorang dai serta bahaya yang akan timbul ketika dai tidak memilikinya. Untuk itu, sebagaimana bensin menjadi “ruh” atas roda kehidupan, maka kita punya “komoditas” penting yang sudah Allah SWT. siapkan untuk menopang langkah, gerak dan hidup kita. Sudah sangat tidak asing bagi kita yitu amal yaumi.
Ternyata, amal yaumi berbanding lurus dengan ruhiyah kita dan tentuya ruhiyah kita berbanding lurus dengan aktivitas dakwah kita. Hal ini sudah di contohkan oleh para sahabat yang memiliki sederetan amal yaumi yang dapat di banggakan. Ketika komoditas ini tidak dijaga, maka seperti bensin ia akan berpengaruh secara signifikan terhadap banyak sector dalam aktivitas seorang dai. Bahkan bukan hanya itu, akan timbul gejolak secara global bagi wajihah dan jamaah.
Ya, kita sering mendengar, bahkan seorang ulama lebih tegas dan khusus menulis dalam bukunya Yang Berguguran di Jalan Dakwah atau Runtuhya Dakwah di Tangan Dai. ”Hi….seram ya….”
Amal yaumi secara signifikan akan mampu membangkitkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. dan itulah puncak dari kekuatan energi ruhiyah. Ya ketaqwaan….
Sesungguhnya Alquran Al Karim dalam tinjauannya yang syamil terhadap alam raya, kehidupan, dan insan telah menjelaskan kepada kita manhaj amalyah dalam proses penyiapan ruh insan, pembentukan keimanannya dan tarbiyah kejiwaannya.
Allah berfirman dalam surat Al Anfal ayat 29:
“Hai orang –orang yang beriman, jika kalian bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqan dan menghapuskan kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosamu). Dan Allah mempunyai karunia yang besar”.
Mari kita renungkan ayat-ayat di atas kira-kira apakah yang kita dapatkan ? Kita dapati bahwa takwa kepada Allah Azza Wa Jalla adalah kebajikan dan cahaya. Dengan takwa kepada Allah Azza Wa Jalla seorang mukmin bisa membedakan yang haq dan batil dengan jrni dan kejujuran.
Allah akan memberikan cahaya bagi orang yang bertakwa yang dengannya ia jalan di kalangan manusia kemudian mereka mengikuti petunjuknya dan bersinar dengannya. Akan menemukan jalan keluar meski banyak menemui kesulitan dan kendati banyak mengalami cobaan. Sayyid Qutb berkata dalam tafsirnya mengenai firman Allah dalam surat Al Anfal ayat 29:
“ Inilah bekal tersebut. Inilah bekal dalam mengarungi perjalanan yang panjang… Yaitu bekal takwa yang menghidupkan hati dan membangunkannya… Yaitu bekal cahaya yang memberi petunjuk bagi hati untuk membelah sudut-sudut jalan sepanjang penglihatan manusia. Cahaya ini tidak bisa ditipu oleh syubhat-syubhat yang mata biasa tidak bisa menembusnya. Itulah bekal ampunan bagi segala dosa. Bekal yang memberikan ketenteraman, kesejukan dan kemantapan. Dan bekal merenungi nikmat-nikmat Allah Yang Maha Agung di hari bekal-bekal tersebut dibutuhkan dan di hari amal perbuatan manusia berkurang…
Itulah hakikat sebenarnya: bahwa takwa kepada Allah itu menjadikan furqon dalam hati. Ia bisa membuka jalan-jalan yang bengkok. Tetapi hakikat ini sebagaimana seluruh hakikat aqidah tidak bisa diketahui kecuali oleh orang-orang yang benar-benar merasakannya!
Sesungguhnya perkara itu senantiasa semrawut tidak jelas dalam perasaan dan akal. Jalan-jalan itu senantiasa bercampur aduk dalam pandangan dan pikiran. Kebatilan itu selalu bercampur dengan kebenaran ketika meninggalkan jalan tersebut. Dan hujah pun tidak bisa memberikan kepuasan dan tidak berguna sama sekali bahkan hati dan akal pun tidak bergeming untuk menyambutnya. Debat menjadi sia-sia. Diskusi tidak memberikan hasil. Itu semua bagi orang yang tidak mempunyai sifat takwa. Takwa akan menyinari akal, menjelaskan yang haq, menyingkap jalan, menenteramkan hati, menenangkan ruhani, memantapkan langkah dan mengokohkan prinsip…!
Sesungguhnya al haq itu sendiri tidak menutup-nutupi fitrah, tetapi hawa nafsulah yang menolak al haq dan fitrah . Hawa nafsu itulah yang menyebarluaskan kelaliman, menghalang-halangi penglihatan dan membutakan jalan-jalan kebenaran serta merahasiakan petunjuk. Hawa nafsu itu tidak bisa hanya didorong dan didukung oleh hujjah tetapi ia hanya bisa digerakkan dan ditopang oleh takwa, rasa takut kepada Allah dan muraqabah Allah di saat sepi maupun ramai. Dengan sendirinya furqan itulah yang menyinari hati, menghilangkan kerancuan dan membelah jalan-jalan kebenaran..!
Apabila takwa mempunyai urgensi seperti di atas. Apakah takwa yang hakiki itu? Bagaimana bisa sampai ke arah tingkatan takwa?
Takwa adalah hasil yang pasti. Ia adalah buah nyata dari perasaan yang mempunyai keimanan yang dalam . Keimanan ini bersambung dengan muraqabah Allah Azza Wa Jalla, takut kepada-Nya dan takut akan marah dan siksaan-Nya dan senantiasa memohon ampunan-Nya dan pahala dari Allah. Atau takwa itu -sebagaimana dikatakan oleh ulama -adalah: “Menjauhi (takut) azab Allah dengan mengerjakan amalan yang shalih dan takut kepada-Nya di saat sepi dan ramai.”.
Berpijak dari sinilah Al Quran sangat memperhatikan fadhilah takwa. Hal ini bisa di jumpai dalam berbagai ayat – ayat yang bayyinah. Sehingga hampir-hampir orang yang membaca Al Qur’an belum sampai membaca satu halaman atau baru membaca beberapa ayat melainkan di situ ia mendapati kata takwa. Dari sinilah para sahabat dan salafush shalih serius memperhatikan takwa. Mereka benar-benar telah mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata, bersungguh-sungguh ingin mencapai derajat takwa dan meminta sifat takwa kepada Allah SWT.
Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa Umar Al Faruq bertanya kepada Ubay bin Ka’ab mengenai apa itu takwa. Ubay bin Ka’ab menjawab: “Bukankah Anda pernah melewati jalan yang berduri?” Umar menjawab: “Ya benar”. Ubay berkata: “Itulah takwa”.

Atas dasar itulah , Sayyid Qutb berkata dalam tafsirnya “Fi Zilalil quran: “ Itulah takwa. (yaitu ) hati yang sensitif, perasaan yang jernih, ketakutan yang terus menerus (kepada Allah), kewaspadaan yang tidak henti-hentinya dan menjauhi duri-duri jalan. Yaitu jalan kehidupan yang senantiasa diliputi duri-duri jalan. Yaitu jalan kehidupan yang senantiasa diliputi pengharapan yang tak bermakna dan syahwat. Duri-duri ketamakan dan ambisi. Duri-duri ketakutan dan kecemasan. Duri-duri takut terhadap sesuatu yang tidak mempunyai manfaat maupun mudarat. Dan berpuluh-puluh duri-duri yang lain.
Itulah kelebihan dan pengaruh takwa. Takwa adalah sumber akhlak yang mulia. Takwa adalah jalan satu-satunya dalam memberantas kerusakan, kejahatan dan kemaksiatan. Bahkan takwa adalah rukun yang asasi dalam pembentukan jiwa dan akhlak seorang untuk menghadapi suka duka kehidupan, membedakan yang baik dan yang buruk dan sabar dalam menerima cobaan dan musibah.
Kemudian mustahil ketaqwaan dengan segala urgensinya dapat menjadi kekuatan energi ruhiyah para aktivis dakwah tanpa ada konsistensi dan kemampuan menjaga stabilitas amal yaumi secara progersif dan proporsional. Sebagaimana bensin, Kita mesti jadikan amal yaumi sebagai produk yang vital dalam aktivitas kita. “Dan kita harus ingat, jangan coba-coba menggantikan bensin dengan minyak tanah, solar atau bahan bakar lainnya. Atau kendaraan kita akan “mogok”. “Wah..gawat tuh”
Qul haq birobbiq falakumimminalmumtarin
Wallahualam bisshawab
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…


(catatan: tulisan ini waktu masih aktif di KAMMI Daerah Kalbar)

0 komentar: